Minggu, 15 November 2015

LATAR BELAKANG MONOPOLI

            Warga negara Indonesia menganggap bahwa listrik merupakan kebutuhan vital bagi kehidupannya sehari-hari. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh manusia tidak dapat terlepas dari listrik. Bahkan di desa terpencil sekalipun saat ini sudah dapat menikmati fasilitas listrik. Namun kini, Indonesia sedang mengalami krisis listrik. Listrik menjadi sesuatu yang mahal dan langka disebabkan ketersediaannya yang sangat terbatas. Salah satu faktor yang menjadi pemicu kelangkaan listrik ini adalah pertumbuhan akan kebutuhan tenaga listrik yang semakin meningkat sementara tidak diimbangi oleh usaha penyediaan tenaga listrik yang memadai.
            PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewajiban untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Namun faktanya, masih banyak kasus di mana mereka malah justru merugikan masyarakat. Di satu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun di sisi lain, tindakan PT. PLN ini justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
            Wacana mengenai krisis listrik ini sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 2002 atau akhir tahun 2001. Pada waktu itu hingga sekarang muncul pemikiran untuk keterlibatan pihak swasta terhadap pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia yang selama ini dimonopoli oleh PLN. Keadaan krisis listrik yang parah ditunjukkan oleh fenomena listrik padam serentak se-Jawa Bali pada Rabu, 20 Februari 2008 karena terjadi defisit pasokan listrik hingga 1.044 MW. Saat itu, pemerintah bersiap untuk mengumumkan keadaan darurat jika defisit mencapai 1.500 MW. Krisis listrik di Indonesia bisa dikatakan sudah berada dalam tahap yang mengkhawatirkan. Di beberapa wilayah, tiada hari tanpa pemadaman berlgilir. Sistem Jawa-Bali yang paling maju dan terinterkoneksi juga masih sering mengalami masalah.
            Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang[2].
            Minimnya pasokan listrik sebagian besar dipicu stagnasi produksi PLN. PLN sebagai pemasok 90% kebutuhan listrik nasional sulit meningkatkan produksi karena minimnya keuangan perusahaan sehingga sulit diharapkan dapat melakukan ekspansi. Produksi PLN yang sudah ada juga tidak optimal dan mahal karena sebagian besar pembangkit sudah tua, boros bahan bakar, kekurangan pasokan energi primer, dan sering mengalami kerusakan. PLN juga dikenal tidak efisien, seperti susut daya listrik yang besar, mahalnya harga pembelian listrik swasta, tingginya kasus pencurian listrih hingga korupsi. Stagnasi ini juga dipicu oleh pembangunan listrik yang tidak bervisi ke depan akibat subsidi BBM regresif membuat sebagian besar pembangkit PLN adalah pembangkit termal yang kini kian mahal. Selain mahal, konversi energi bahan bakar fosil menjadi listrik juga sangat tidak efisien (hanya sekitar 30%) dan tidak ramah lingkungan.
            Hingga kini, sebagian besar produksi listrik nasional masih mengandalkan bahan bakar fosil. Kodisi PLN yang demikian ini akan menjadi semakin terpuruk apabila tidak dibenahi, karena permintaan listrik akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Pertumbuhan konsumsi listrik diperkirakan 8-10% per tahun hingga 2013. Dengan demikian krisis yang disebabkan kesenjangan (gap) antara permintaan dan pawaran sudah terprediksi sejak lama. Jika tidak ada tambahan kapasitas yang berarti, krisis pada sistem Jawa-Bali dan sistem interkoneksi Sumatra hanya tinggal menunggu waktu.
            Beberapa dekade ini, fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri. Artinya bahwa pihak swasta sangat dibutuhkan untuk ikut serta dalam usaha penyediaan tenaga listrik di samping PLN sebagai salah satu pelaksana kegiatan usaha penyediaan tenaha listrik di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam koridor kepentingan masyarakat luas terutama dalam hal menetapkan tarif yang dapat dijangkau masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat [3].
            Keberadaan PLN saat ini sangat mendominasi dan memonopoli ketenagalistrikan di Indonesia. Tetapi keberadaannya tersebut malah tidak mampu melayani masyarakat pengguna listrik tersebut sementara keterlibatan swasta dalam bisnis listrik secara langsung (menjadi kompetitor PLN) sulit dilakukan karena terdapat preseden putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan mengikat. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan memiliki perbedaan signifikan dengan UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang lama.[4]
            Dalam UU No.20 Tahun 2002 dijelaskan bahwa semua pelaku usaha diberikan kesempatan yang lebih luas untuk dapat masuk dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Selain itu hal yang cukup berbeda ialah bahwa undang-undang ini telah mengatur hal-hal yang terkait dalam penerapan kompetisi di wilayah-wilayah tertentu. Sesungguhnya melalui UU No. 20 Tahun 2002 tersebut akan dimungkinkan keterlibatan swasta menjadi pelaku usaha yang menyediakan listrik di Indonesia. Telaah terhadap putusan MK tersebut menjadi menarik dikarenakan secara tidak langsung mendukung PLN dalam memonopoli ketenagalistrikan di Indonesia padahal secara prediktif pada tahun 2003 telah tergambar akan adanya krisis listrik disebabkan kemampuan PLN yang tidak cukup untuk menjamin pasokan listrik se Indonesia. Oleh karena itu, makalah ini akan mendeskripsikan persoalan monopoli yang dilakukan oleh PLN dalam perspektif hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Monopoli
            Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk  di dalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
            Secara umum, perusahaan monopoli menyandang dikonotasikan negatif dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam prakteknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.
2.2. Jenis monopoli
            Ada dua macam monopoli yaitu monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.
            Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.
2.3. Ciri pasar monopoli
Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah sebagai berikut:
Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan
            Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip
            Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri
            Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
Dapat mempengaruhi penentuan harga
            Perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
Promosi iklan kurang diperlukan
            Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.
2.4. Undang-undang tentang Monopoli
            Dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besar dalam hal praktek monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena apabila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. MakaIndonesiapun kemudian membuat sebuah peraturan antimonopoli yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
            Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.
2.5. Kasus Monopoli Perusahaan Listrik Negara
            Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengakui adanya dugaan pelanggaran UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh PT PLN (Persero) apabila BUMN sektor listrik itu meneruskan kebijakan capping untuk TDL sektor industri. KPPU akan mengkaji sesuai dengan prosedur lewat pemeriksaan selanjutnya. Kemungkinan pasal yang akan dikaji KPPU ialah pasal 19d di dalam Undang-Undang Nomor 5/1999 yang mengatur masalah diskriminasi terkait penerapan tarif terhadap para pelaku industri.Untuk itu, KPPU akan segera menelisik data-data PLN untuk melihat siapa saja pelanggan industri yang menikmati capping dengan yang tidak. Sementara ini, KPPU mengakui pada 2010 memang terdapat perbedaan tarif untuk golongan-golongan industri. Untuk golongan industri kecil atau rumah tangga yang dikenakan capping diganjar Rp803 per KWh. Sementara yang tidak kena cappingdikenakan Rp916 per KWh. Sehingga ada disparitas harga sekitar Rp113 per KWh. Sementara untuk golongan menengah berkapasitas tegangan menengah berbeda Rp667 per KWh apabila dikenakan cappingdan Rp731 KWh untuk yang tidak. Perbandingan bagi industri yang memakai capping dengan yang tidak, untuk tegangan menengah sebesar 23%. Untuk golongan tarif untuk keperluan industri besar, mereka yang dikenakan capping harus membayar sebesar Rp594 per KWh sementara yang tidak menjadi Rp605 per KWh (disparitas harga Rp11 per KWh). Berdasarkan indikasi-indikasi tersebut, KPPU akan segera melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada berdasarkan surat yang masuk ke pihaknya pada 11 Januari silam.
            KPPU juga akan panggil pihak yang selama ini diuntungkan dengan tarif lebih rendah atau yang iri terhadap perbedaan harga karena mereka dikenakan beban yang lebih tinggi dibanding yang lain. Selain itu, mereka juga akan memanggil Pemerintah dan Kementerian Keuangan dan Dirjen Listrik Kementerian ESDM untuk meminta pandangan dari mereka dan akan membuktikan di lapangan misal cek kuitansi supaya ada fakta dan data hukum tidak hanya data statistik[1].
            Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik sebenarnya sudah mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
            Krisis listrik kemudian juga memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
            Akibat dari PT. PLN yang memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Banyak daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.
2.6. Analisis Kasus
            Kelistrikan di Indonesia adalah bentukan sejarah, keadaan geografis, dan keteresediaan sumber daya alam dari zaman dahulu. Dalam perjalanannya, pemerintah selalu mengambil peran yang sempurna dalam penyediaan listrik bagi rakyat yang didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Meskipun pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dan setelah kemerdekaan telah ada perusahaan swasta komersial yang memproduksi listrik, namun pemerintah nasional mengambil peranan dalam pembangunan sektor ini selama 50 tahun terakhir. Perusahaan Umum Listrik Negara yang didirikan pada 1950 telah menjadi pemain kunci dalam cepanya pembangunan sektor kelistrikan. Data statistik menunjukkan bahwa PLN adalah salah satu perusahaan listrik terbesar di dunia dengan total pelanggan 22 juta dan lebih dari 50.000 karyawan serta hampir seluruh bagian masyarakat adalah stakeholders bagi PLN.[2]
            PLN berdiri dilandaskan pada UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan pada tahun 2002 UUNo.15 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 20 Tahun 2002. Namun kemudian melalui Putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 yang dibacakan pada hari Rabu tanggal 15 Desember 2004 menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Permasalahan inti dari persoalan UU No. 20 Tahun 2002 adalah pada Pasal 16, 17 dan 68 yang menjiwai dari UU ketenagalistrikan tersebut. Pasal 16 menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang berbeda. Pasal 17 menyatakan bahwa usaha pembangkitan listrik dilakukan berdasarkan kompetisi dan dilarang menguasai pasar. Larangan penguasaan pasar ini meliputi segala tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat antara lain:

·         menguasai kepemilikan;
·         menguasai sebagian besar kapasitas terpasang pembangkitan tenaga listrik dalam satu wilayah kompetisi;
·         menguasai sebagian besar kapasitas pembangkitan tenaga listrik pada posisi beban puncak;
·         menciptakan hambatan masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;
·         membatasi produksi tenaga listrik dalam rangka mempengaruhi pasar;
·         melakukan praktik diskriminasi;
·         melakukan jual rugi dengan maksud menyingkirkan usaha pesaingnya;
·         melakukan kecurangan usaha;
·         dan/atau melakukan persekongkolan dengan pihak lain.
            Sedangkan Pasal 68 menyatakan bahwa Pada saat Undang-undang ini berlaku, terhadap Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dianggap telah memiliki izin yang terintegrasi secara vertikal yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik dengan tetap melaksanakan tugas dan kewajiban penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sampai dengan dikeluar-kannya Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berdasarkan Undang-undang ini.
            Keputusan MK dalam hal ini menyatakan bahwa Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan berlawanan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meskipun yang berlawanan hanya tiga pasal tersebut, akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UU No.20 Tahun 2002 padahal seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang merupakan norma dasar perekonomian nasional Indonesia. MK berpendapat bahwa cabang produksi dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di bidang ketenagalisrikan harus ditafsirkan sebagai satu kesatuan antara pembangkit transmisi dan distribusi sehingga dengan demikian meskipun hanya pasal, ayat, atau bagian dari ayat tertentu saja dalam undang-undang a quo yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengkiat akan tetapi hal tersebut mengakibatkan UU No.20 Tahun 2002 secara keseluruhan tidak dapat dipertahankan, karena akan menyebabkan kekacauan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penerapannya.
            Dalam siaran Pers Koalisi Masyarakat Anti Kenaikan Harga sebagai pihak yang mengajukan Judicial Reviewatas UU No. 20 Tahun 2002 menyatakan bahwa dalam UU No. 20 Tahun 2002 terlihat bahwa negara tidak lagi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan tidak ada lagi ketentuan yang menyebutkan agar harga listrik terjangkau oleh masyarakat sebagaimana semula ditetapkan dalam UU No. 15 Tahun 1985 terlebih lagi harga listrik diserahkan kepada pasar sehingga tidak mempertimbangkan daya beli atau kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hal ini sangat merugikan kepentingan bangsa, negara dan rakyat Indonesia (merugikan kepentingan publik).
            Akibat adanya pertentangan antara UU No.20 Tahun 2002 dengan UUD Pasal 33, menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat (publik) Indonesia, PLN juga terkena dampaknya. PLN yang selama ini merupakan satu-satunya BUMN yang mengelola sektor ketenagalistrikan dan telah memberikan sumbangsih bagi bangsa, Negara, dan masyarakat yang telah menjalankan fungsi untuk menyediakan tenaga listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan harga terjangkau dan juga telah memberikan peran yang besar bagi perekenomian nasional, berdasarkan UU No. 20 tahun 2002 tidak lagi merupakan cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Akibatnya, tidak adanya jaminan dan kepastian bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga terjangkau dan justru akan merugikan perekonomian Negara yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Bahkan dapat pula mengganggu keamanan negara dan kedaulatan negara karena negara tidak lagi berkewajiban mengelola cabang produksi terpenting untuk kepentingan dan kemakmuran rakyat.
            Putusan MK ini sejalan dengan pengalaman dunia akan tenaga kelistrikan yang telah membuktikan bahwa keberhasilan restrukturisasi sektor tenaga listik adalah mitos belaka. Sejumlah negara baik negara maju dan berkembang telah menerapkan restrukturisasi namun memberikan hasil yang serupa yaitu kenaikan tarif listrik, terjadinya pemadaman, menurunnya tingkat kehandalan, penguasaan sektor listrik oleh sebagian kecil perusahaan energi multinasional dan kegagalan negara melindungi kepentingan ekonomi dan kepentingan masyarakat.
            Secara ekonomi, iklim kompetensi dan persaingan yang sehat dapat menghemat miliaran atau bahkan terilyunan rupiah uang konsumen yang harus dibayarakan ke produsen karena harga yang tidak wajar (overcharge) sebagai akibat kenaikan harga yang artifisial. Secara umum, terdapat beberapa manfaat yang didapat perekonomian jika pada sektor ketenagalistrikan terjadi kompetisi dan persaingan yang sehat, di antaranya adalah:
Harga yang wajar dilihat dari kualitas.
            Dalam iklim persaingan, produsen akan berlomba-lomba menarik konsumen dengan menurunkan harga dan meningkatkan kualitas barang/jasa yang dijualnya. Hanya barang/jasa dengan harga yang rendah dengan kualitas terbaik yang akan dibeli oleh konsumen.
Konsumen memiliki banyak pilihan dalam membeli barang/jasa.
            Pasar yang kompetitif akan menghasilkan barang/jasa yang ditawarkan pelaku usaha dengan pilihan harga dan kualitas yang bervariasi. Setiap konsumen pada dasarnya memiliki daya beli dan selera yang berbeda-beda. Karakteristik konsumen untuk memproduksi barang/jasa sesuai dengan kemampuan dan keinginan konsumen. Produsen dituntut untuk sensitif terhadap daya beli dan perubahan selera konsumen. Pelaku usaha yang tidak tanggap terhadap perubahan daya beli dan perubahan selera konsumen lambat laun akan tersingkir di pasar.
Persaingan memungkinkan timbulnya inovasi.
            Persaingan usaha akan merangsang pelaku usaha berlomba-lomba membuat inovasi, baik inovasi produk untuk memenuhi selera konsumen, inovasi teknologi maupun inovasi metode produksi yang lebih efisien. Inovasi akan terus berkembang karena dalam pasar yang bersaing hanya pelaku usaha inovatif yang dapat bertahan dan bersaing. Terkait dengan sektor ketenagalistrikan, jika ada pesaing lain bagi PLN, tentunya akan mendorong PLN berpikir dan melakukan yang terbaik dalam menentukan harga dan memberikan pelayanan. Hal ini secara positif akan mendorong PLN pada efisiensi kinerja dan inovasi teknologi.
            Namun, kompetisi yang dikehendaki agar dapat tercapai suatu iklim usaha yang sehat tidak dapat dilakukan dalam bidang ketenagalistrikan. Hal ini dikarenakan segmen yang bersifat monopoli alamiah tidak dikompetisikan dan diprioritaskan untuk dikelola oleh BUMN. Pada dasarnya usaha penyediaan ketenagalistrikan dilakukan secara monopoli, harga jual juga tetap dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan dalam memberi izin tersebut. Meskipun demikian usaha penyediaan ketenagalistrikan juga dapat dilakukan secara terintegrasi atau satu jenis usaha saja. Namun karena PLN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka diberi hak untuk diprioritaskan dalam memenuhi ketenagalistrikan. Dengan demikian ketersediaan listrik sesungguhnya merupakan tugas Pemerintah untuk menenuhinya. Keterlibatan swasta dalam penguasaan listrik tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar dikarenakan ketenagalistrikan merupakan sektor yang unik dan perlu penanganan khusus demi untuk tersedianya listrik yang relatif murah bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Oleh karena itu, secara hukum masih terdapat berbagai perdebatan, apakah usaha yang dilakukan oleh PLN adalah tindakan monopoli yang diperbolehkan atau tidak. Namun melihat dari kerugian yang diterima oleh masyarakat, seharusnya tindakan monopoli ini tidak boleh dilakukan. Kerugian ini diduga karena kurang optimalnya kinerja PLN dalam penyedia listrik masyarakat. Sedangkan dari segi persaingan usaha, monopoli yang dilakukan PLN merupakan persaingan usaha yang tidak sehat karena mulai adanya pihak swasta yang juga menyediakan tenaga listrik di Indonesia. Persaingan ini dianggap sehat apabila PLN tidak menghalangi usaha perusahaan listrik swasta lainnya untuk menyediakan listrik bagi masyarakat, sedangkan dalam hal ini PLN malahan menghalangi perusahaan lain untuk bersaing di bidang ketenagalistrikan ini.
3. KESIMPULAN
            PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, monopoli yang dilakukan oleh PLN dalam sektor ketenagalistrikan memiliki landasan yuridis yang kuat yakni melalui konstruksi hukum Pasal 33 UUD 1945, UU Ketenagalistrikan. Hanya saja, PLN belum mampu menunjukkan kinerjanya secara optimal sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi seluruh rakyat Indonesia secara layak. Demikian ini merupakan suatu hal yang dilematis bagi penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia mengingat kedudukan PLN yang kuat secara yuridis tersebut.
            Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, sebaiknya pemerintah juga membuka kesempatan yang luas bagi penyedia listrik lain baik investor swasta maupun internasional dalam persaingan usaha ketenagalistrikan. Akan tetapi, Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Selain itu, Pemerintah hendaknya dapat memperbaiki kinerja PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.

Sumber  : https://nenygory.wordpress.com/2011/05/30/kasus-monopoli-yang-dilakukan-oleh-perusahaan-listrik-negara-pt-pln/

Minggu, 18 Oktober 2015

individual Etika Bisnis

BAB I

Selain menghadapi proses hukum di kepolisian, Yuki Irawan, bos pabrik panci di Sepatan, tampaknya harus siap-siap menghadapi gugatan hukum dari Pemerintah Kabupaten Tangerang atas perbuatan dan berbagai pelanggaran yang dilakukannya. Sebab, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang akan mempidanakan pemilik perusahaan panci yang melakukan perbudakan terhadap puluhan karyawannya itu.

Langkah hukum ini ditempuh setelah Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang memastikan adanya pelanggaran serius yang dilakukan perusahaan tersebut. “Banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu, dan kami akan menempuh jalur hukum,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, Heri Heryanto, Senin,6 Mei 2013.

Menurut Heri, CV Cahaya Logam telah melakukan pelanggaran-pelanggaran normatif, seperti mengabaikan kesehatan dan keselamatan pekerja, melanggar waktu bekerja dengan mempekerjakan buruh dari jam 6 pagi hingga 10 malam, perampasan hak berkomunikasi dengan menyita alat komunikasi milik pekerja, dan menyekap mereka dalam ruangan yang sempit dan sangat tidak layak. “Ruangnya kotor, kamar mandinya juga jauh dari dikatakan layak,” kata Heri.

Kepolisian Resor Kota Tangerang menggerebek sebuah pabrik pembuatan aluminium balok dan panci di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Jumat petang, 3 Mei 2013. Polisi telah menetapkan lima tersangka. Kelima tersangka itu adalah Yuki Irawan, 41 tahun, pemilik pabrik, dan empat anak buahnya: Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30). Sudirman adalah bekas buruh asal Lampung yang diangkat Yuki sebagai mandor. Para tersangka melakukan sejumlah pelanggaran hukum.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal berlapis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Pasal 33 tentang Perampasan Kemerdekaan Orang, Pasal 351 (penganiayaan), dan Pasal 372 (penggelapan). Mereka juga melanggar Undang-Undang Perlindungan anak karena ada empat buruh masih berusia di bawah 18 tahun. Tersangka juga menyekap enam buruh dalam ruangan terkunci. Ancaman hukuman terhadap tersangka adalah 8 tahun penjara.

Tanggapan :
               Kasus yang terjadi di perusahaan CV. Cahaya Logam ini jelas sekali banyak melanggar etika dalam berbinis, dan tentunya Undang – Undang, terutama Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang  Ketenagakerjaan . Pengusaha sama sekali tidak memperhatikan kesejahteraan pekerja, apa lagi di sebutkan tadi bahwa kasus ini termasuk juga kasus perbudakan. Dimana pelanggaran – pelanggaran yang terjadi di antaranya :
kesehatan dan keselamatan pekerja,
melanggar waktu bekerja dengan mempekerjakan buruh dari jam 6 pagi hingga 10 malam,
perampasan hak berkomunikasi dengan menyita alat komunikasi milik pekerja,
dan menyekap mereka dalam ruangan yang sempit dan sangat tidak layak. “Ruangnya kotor, kamar mandinya juga jauh dari dikatakan layak,”
Pemerintah bukan hanya kecolongan dalam hal ini, tetapi juga dengan adanya oknum Brimob yang terlibat , kecurangan tidak hanya terjadi di perusahaan tersebut, tetapi juga adanya KKN dalam pemerintahan. Disini pastinya juga anggota Brimob mendapat komisi dari pengusaha untuk pengkondisian di perusahaaan CV Cahaya Logam ini. Jadi tidak hanya etika, tetapi sudah menyangkut moralitas Bangsa.
Solusi :
1. Dalam mendirikan sebuah Perusahaan / Badan Usaha  tentunya harus ada ijin yang syah menurut    hukum. Sehingga tidak terjadi pendirian liar atau perusahaan – perusahaan ilegal.
2. Adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, sehingga apabila terjadi pelanggaran oleh salah satu pihak dapat di tuntut secara hukum.
3. Pemerintah juga harus meningkatkan kinerja dan moralitas, serta menindak tegas terhadap  ‘perusahaan – perusahan nakal “ seperti ini. Kalau bisa langsung menutup / memblokir CV tersebut.
4. Setiap Pengusaha besar ataupun kecil sekalipun  harus diberikan pengetahuan tentang bisnis, atau etika dalam bisnis. Agar dia tahu apa sanksi – sanksi apabila melakukan pelanggaran, dan aturan – aturan yang berlaku di dunia bisnis. Sehingga memperkecil kemungkinan terjadi pelanggaran.
5. Memberikan training terhadap para pekerja , tetang hak – hak , dan kewajiban apa saja yang di dapat dan di lakukan para pekerja diperusahaan.
6. Terdapat anggota serikat pekerja , yang berperan membela para pekerja agar mendapat haknya sesuai dengan aturan.
7. Pengawasan terhadap home industry, walaupun bukan kewengangan penuh pemerintah.
8. Membentuk managemen perusahaan yang baik dan benar sesuai standard ISO.
9. Memberikan merk dagang sebagai hak cipta terhadap produk – produk yang dihasilkan dan terregistrasi. Terkait pasar bebas, agar memperkecil kemungkinan penggandaan produk yang akan merugikan perusahaan produsen.
10. Mengidentifikasi dan melakukan observasi secara berkala oleh pemerintah atau audit swasta terhadap perusahaan – perusahaan, atau home industry.
11. Perusahaan harus memberikan hak – hak para perkerja sesuai dengan aturan, meliputi gaji yang layak dan kesejahteraan pekerja ataupun keluarga pekerja. Kemudian mendaftarkan pekerja ke Jamsostek.
12. Membuat aturan – aturan internal perusahaan sesuai dengan standard dan wajar. Tidak berlebihan sehingga kenyamanan para pekerja dapat terjaga, dan mengurangi pemberontakan pekerja terhadap pengusaha.
13. Perekrutan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga tidak mudah di bohongi oleh pengusaha.

BAB II

CONTOH KASUS ETIKA BISNIS
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor Produk Kertas Indonesia ke Korea Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.

Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.

Penyelesaian Kasus
Dalam kasus ini, dengan melibatkan beberapa subyek hukum internasional secara jelas menggambarkan bahwa kasus ini berada dalam cakupan internasional yakni dua negara di Asia dan merupakan anggota badan internasional WTO mengingat keduanya merupakan negara yang berdaulat. Dan kasus dumping yang terjadi menjadi unsur ekonomi yang terbungkus dalam hubungan dagang internasional kedua Negara dengan melibatkan unsur aktor-aktor non negara yang berasal dari dalam negeri masing-masing negara yaitu perusahaan-perusahaan yang  disubsidi oleh pemerintah untuk memproduksi produk ekspor. Dumping merupakan suatu tindakan menjual produk-produk impor dengan harga yang lebih murah dari harga dan ini merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan WTO. Indonesia meminta bantuan DSB WTO dan melalui panel meminta agar kebijakan anti dumping yang dilakukan korea ditinjau kembali karena tidak konsisten dengan beberapa point artikel kesepakatan seperti artikel 6.8 yang paling banyak diabaikandan artikel lainnya dan Indonesia juga meminta Panel terkait dengan artikel 19.1 dari Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) untuk meminta Korea bertindak sesuai dengan kesepakatan GATT dan membatalkan kebijakan
anti dumping impor kertas yang dikeluarkan oleh mentri keuangan dan ekonominya pada tanggal 7 november 2003.

Yang menjadi aspek legal disini adalah adanya pelanggaran terhadap artikel kesepakatan WTO khususnya dalam kesepakatan perdagangan dan penentuan tariff seperti yang tercakup dalam GATT dan dengan adanya keterlibatan DSB WTO yang merupakan suatu badan peradilan bagi permasalahan-permasalahan di bidang perdagangan. Ini menegaskan bahwa masalah ini adalah masalah yang berada di cakupan Internasional, bersifat legal dan bergerak dalam bidang ekonomi. Sifat legal atau hukumnya terlihat juga dengan adanya tindakan Retaliasi oleh pemerintah Indonesia karena Korea dinilai telah bertindak ‘curang’ dengan tidak melaksanakan keputusan Panel Sementara DSB sebelumnya atas kasus dumping kertas tersebut yang memenangkan Indonesia dimana retaliasi diijinkan dalam WTO. Sekretaris Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Departemen Perdagangan mengatakan dalam putusan Panel DSB pada November 2005 menyatakan Korsel harus melakukan rekalkulasi atau menghitung ulang margin dumping untuk produk kertas asal Indonesia. Untuk itu, Korsel diberikan waktu untuk melaksanakan paling lama delapan bulan setelah keluarnya putusan atau berakhir pada Juli 2006. Panel DSB menilai Korsel telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktik dumping kertas dari Indonesia. Pengenaan tuduhan dumping kertas melanggar ketentuan antidumping WTO. Korea harus menghitung ulang margin dumping sesuai dengan hasil panel maka ekspor kertas Indonesia ke Korsel kurang dari dua persen atau deminimis sehingga tidak bisa dikenakan bea masuk antidumping. Panel Permanen merupakan panel tertinggi di WTO jika putusan Panel Permanen juga tidak ditaati oleh Korsel, Indonesia dapat melakukan retaliasi, yaitu upaya pembalasan atas kerugian yang diderita. Dalam retaliasi, Indonesia dapat mengenakan bea masuk atas produk tertentu dari Korsel dengan nilai kerugian yang sama selama pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).  Korean Trade Commision yang merupakan otoritas dumping Korsel mengenakan BMAD 2,8-8,22 persen terhadap empat perusahaan kertas, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Pindo Deli Pulp & Paper Mills, PT Indah Kiat Pulp & Paper, dan PT April Fine sejak 7 November 2003. Dalam membuat tuduhan dumping, KTC menetapkan margin dumping kertas dari Indonesia mencapai 47,7 persen. Produk kertas yang dikenakan BMAD adalah plain paper copier dan undercoated wood free printing paper dengan nomor HS 4802.20.000; 4802.55; 4802.56; 4802.57; dan 4809.4816. Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan konsultasi. Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal. Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia. Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari US$ 120 juta. Kerugian tersebut akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga bulan dan paling lama enam bulan. Kasus dumping Korea-Indonesia pada akhirnya dimenangkan oleh Indonesia.

Namun untuk menghadapi kasus-kasus dumping yang belum terselesaikan sekarang maka indonesia perlu melakukkan antisipasi dengan pembuatan Undang-Undang (UU) Anti Dumping untuk melindungi industri dalam negeri dari kerugian akibat melonjaknya barang impor. Selain itu, diperlukan penetapkan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dalam rangka proses investigasi praktek dumping (ekspor dengan harga lebih murah dari harga di dalam negeri) yang diajukan industri dalam negeri. selama ini, Indonesia belum pernah menerapkan BMADS dalam proses penyelidikan dumping apapun padahal negara lain telah menerapkannya pada tuduhan dumping yang sedang diproses termasuk kepada Indonesia. Padahal hal ini sangat diperlukan seperti dalam rangka penyelidikan, negara yang mengajukan petisi boleh mengenakan BMADS sesuai perhitungan injury (kerugian) sementara. Jika negara eksportir terbukti melakukan dumping, maka dapat dikenakan sanksi berupa BMAD sesuai hasil penyelidikan. Karenannya, pemerintah harus mengefektifkan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang merupakan institusi yang bertugas melaksanakan penyelidikan, pengumpulan bukti, penelitian dan pengolahan bukti dan informasi mengenai barang impor dumping, barang impor bersubsidi dan lonjakan impor.
http://septiiyanekogogo.blogspot.com/2013/07/kekuatan-sosial-dan-budaya-dalam_1.html
http://deviapriyanti158.blogspot.com/2013/05/kegiatan-ekspor-dalam-bisnis.html

Tanggapan :

PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang  menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu  hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran.

Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip  Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai  kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan  perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat  dimasuki /digunakan ruangan tersebut.

Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan  keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan  mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.

ETIKA BISNIS ETIKA BISNIS & PRINSIP ETIKA dalam BISNIS

Tugas Kelompok 10 Etika Bisnis
ETIKA BISNIS
ETIKA BISNIS & PRINSIP ETIKA dalam BISNIS




Kelompok       : 10 (Sepuluh)
Nama/Npm    :
        Sakha Kautsar (16212790)
        Ernita Tanjung (12212545)
        Muhammad Ridanto Hutomo (15212056)
Kelas               : 4EA23


UNIVERSITAS GUNADARMA
2015




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan paper ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah ini bertemakan “Etika Bisnis dan Prinsip Etika dalam Bisnis” yang berisikan hakekat etika bisnis, etiket moral, hukum dan agama, klasifikasi dan konsepsi agama serta prinsip otonomi, kejujuran dan keadilan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan paper ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
                                                                                           Bekasi, 02 Oktober 2015


                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................3
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .....................................................................................4
B. PERMASALAHAN .........................................................................................4
C. TUJUAN ..........................................................................................................4
BAB 2 : PEMBAHASAN
A. Hakekat Etika Bisnis ........................................................................................5
B. Definisi Etika dan Bisnis ..................................................................................5
C. Etiket Hukum, Moral, dan Agama ....................................................................6
D. Klasifikasi Etika ...............................................................................................6
E. Konsepsi Etika ..................................................................................................7
F. Prinsip Otonomi, Keadilan, dan Kejujuran .......................................................8
G. Hak dan Kewajiban Bisnis ..............................................................................10
H. Teori Etika Lingkungan ...................................................................................10
I. Prinsip Etika di Lingkungan ..............................................................................12
BAB 3 : PENUTUP
            KESIMPULAN .........................................................................................14
            SUMBER REFRENSI ...............................................................................14





BAB I
PENDAHULUAN
A.         Latar Belakang
            Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai yang tinggi. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
            Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena : mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal, mampu meningkatkan motivasi pekerja, melindungi prinsip kebebasan berniaga, mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
            Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula.
B.     Permasalahan
1.      Apa yang dimaksud Etika dan Bisnis?
2.      apa saja klasifikasi dan konsepsi Etika?
3.      Apa yang dimaksud Prinsip otonomi, Prinsip Keadilan dan Prinsip Kejujuran?
C.    Tujuan
Adapun tujuan penulisan untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal atau tulisan tentang Etika Bisnis. Maksud dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui etika dalam berbisnis
2.      Dapat mengetahui bagaimana etika bisnis yang baik agar klien tidak berpindah ke perusahaan lain
3.      Dapat memberikan informasi bagi penulis sendiri dan pembaca atas hasil penulisan ini.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakekat Etika Bisnis
                Menurut Drs. O.P. Simorangkir bahwa hakikat etika bisnis adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun pandangan dari sudut moral.
                Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang milik perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis. Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib dikembalikan.
B.    Definisi Etika & Bisnis
                kata etika, Menurut bahasa Yunani, kata etika berawal dari kata ethos yang memiliki arti sikap, perasaan, akhlak, kebiasaan, watak. Sedangkan Magnis Suseno berpendapat bahwa etika merupakan bukan suatu ajaran melainkan suatu ilmu.
                Kata kedua adalah bisnis, yang diartikan sebagai suatu usaha. Jika kedua kata tersebut dipadukan, yaitu etika bisnis maka dapat didefinisikan sebagai suatu tata cara yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan berbisnis. Dimana dalam tata cara tersebut mencakup segala macam aspek, baik dari individu, institusi, kebijakan, serta perilaku berbisnis.
                Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat, Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
                Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.


C.     Etiket Moral, Hukum dan Agama
Dari asal katanya Ethics atau Etika berarti moral sedangkan Ethiquetle atau Etiket berarti sopan santun.
Ciri-ciri Etiket
Ø  Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
Ø  Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada saksi mata, maka maka etiket tidak berlaku.
Ø  Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dala suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain.

D.    Klasifikasi Etika
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis” karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan menjadi :
1.       Etika Deskriptif
                Etika deskriptif yaitu etika di mana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia                 dalam mengejar tujuan hidupnya sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia   sebagaimana adanya ini tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di            masyarakat secara turun-temurun.
2.       Etika Normatif
                Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat sesuai dengan norma dan          moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan     dinamika serta kondisi masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat   umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya.
3.       Etika Deontologi
                Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari      akibat dan tujuan yang ditimbulakan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu           aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau pihak   lain.
4.       Etika Teleologi
                Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa tujuan yang dicapai oleh para pelaku     kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah          sesuatu yang baik dan mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak        yang terkait, maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompollan   menjadi dua macam yaitu :
Ø  Egoisme : Egoisme yaitu etika yang baik menurut pelaku saja, sedangkan bagi yang lain mungkin tidak baik.
Ø  Utilitarianisme : Utilitarianisme adalah etika yang baik bagi semua pihak, artinya semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak langsung akan menerima pengaruh yang baik.

5.       Etika Relatifisme
                Etika relatifisme adalah etika yang dipergunakan di mana mengandung perbedaan          kepentingan antara kelompok pasrial dan kelompok universal atau global. Etika ini hanya      berlaku bagi kelompok passrial, misalnya etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal,              regional dan konvensi, sifat dan lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak      atau masyarakat yang bersifat global.

E.     Konsepsi Etika
                Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain, antara lain :

1. Utilitarianisme
                Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar.
2. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
                Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan.
 3. Etika Kewajiban dan Etika Hak 
                Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika, Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
4. Etika Moralitas
                Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.

Dalam memecahkan masalah, kita tidak perlu binggung untuk memilih konsep mana yang sebaiknya digunakan, sebab kita dapat menggunakan semua teori itu untuk menganalisis suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dan melihat hasil apa yang diberikan masing-masing teori itu kepada kita.

F.     Prinsip Otonomi, Kejujuran, dan Keadilan
                Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1.    Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadikewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral    yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena           semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini                 salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya      adalah:
Ø  Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
Ø  Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasukpelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
Ø  Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatanpelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijagakelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasa perusahaan;
Ø  Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan,memasarkan dan mengiklankan produk.
2.    Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuranmerupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
Ø  Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara prioritas saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
Ø  Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
Ø  Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu  antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.

3.    Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
Ø  Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.

Ø  Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.

Ø  Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.

4.    Prinsip Hormat terhadap Diri Sendiri
                Prinsip ini menekankan bahwa setiap manusia harus memperlakukan dirinya dengan hormat, melakukan sesuatu yang bernilai pada dirinya. Kita wajib untuk menghormati martabat kita sendiri. Pertama, kita tidak boleh membiarkan diri kita dipaksa untuk melakukan sesuatu. Yang kedua, kita jangan membiarkan diri kita terlantar.
                Hubungan atara prinsip sikap baik, keadilan, dan hormat terhadap diri sendiri adalah bahwa prinsip keadilan dan hormat terhadap diri sendiri merupakan syarat dari prinsip kebaikan, dan prinsip sikap baik merupakan dasar dari prinsip keadilan, bahwa seseorang berbuat baik maka ia menjunjung tinggi keadlian.

G.    Hak dan kewajiban Bisnis
Dalam menjalankan etika bisnis, setiap karyawan maupun direksi harus mengetahui pasti hak dan kewajiban mereka, hak dan kewajiban mereka tergantung oleh keahlian dan tugasnya masing-masing,
pengertian Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu untuk melakukan sesuatu yang telah itentukan oleh undang-undang. MIsalnya, hak mendapat pendidikan dasar, hak mendapt rasa aman. Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang.

H.    Teori Etika Lingkungan

1)      Teori Antroposentrisme
            Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.
2)      Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme Berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
3)      Teori Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk masyarakat.Dengan demikian, etika egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk memperlakukan alam menurut insting “netral”.
4)      Teori Biosentrisme
Teori Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community), Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
5)      Etika Homosentris
 Etika homosentris mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini mendasarkan diri pada berbagai model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku lingkungan yang melindungi sebagian besar masyarakat manusia.
            Etika homosentris sama dengan etika utilitarianisme, jadi, jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan itu pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka etika utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang.
6)      Etika Ekosentris
            Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini, lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran  etis ekologi tingkat tinggi yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilema etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal yang paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri.
7)      TEOSENTRISME
            Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan.

8)      Etika Antroposentris
antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.  
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
Ø  Manusia terpisah dari alam,
Ø  Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
Ø  Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
Ø  Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
Ø  Norma utama adalah untung rugi.
Ø  Mengutamakan rencana jangka pendek.
Ø  Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
Ø  Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi

I.       Prinsip Etika di Lingkungan Hidup
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
                1. Sikap Hormat terhadap Alam : Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi        manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya
                2. Prinsip Tanggung Jawab : Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga         kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan   bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
                3. Prinsip Solidaritas : Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong            manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
                4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian : Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa           mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata                 untuk alam.
                5. Prinsip “No Harm” : Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai              kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau              merugikan alam secara tidak perlu
                6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam : Ini berarti , pola konsumsi dan      produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam               hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
                7. Prinsip Keadilan : Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok             dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam   dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
                8. Prinsip Demokrasi : Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman        sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan            baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
                9. Prinsip Integritas Moral : Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan           prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan    publik yang terkait dengan sumber daya alam.

BAB III
KESIMPULAN
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat, Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Beberapa poin yang bisa kita jadikan pelajaran:
·         Dalam berbisnis kita juga harus mempunyai etika. Jika etika kita kurang baik maka orang lain akan menilai anda secara negative.
·         Jika dalam hal sehari – hari kita sudah terbiasa menerapkan etika yang baik maka akan terbiasa atau terbawa hingga kita bekerja.
·         Etika bisnis merupakan etika profesi yang mempunyai banyak kaitan dengan kegiatan bisnis.





SUMBER REFRENSI:

Kuswahyudi, 2008, Etika Kita Untuk Lingkungan Hidup, Surabaya
Dr. H. Untung Budi, S.H., M.M tahun 2012 “ HUKUM DAN ETIKA BISNIS”, CV Andi Offset, Yogyakarta  
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung